
Kutipan dari buku “Kemitraan Dalam Pembangunan” (Jakarta: Bappenas, 2019) dengan penyesuaian dari tim Partnership-ID.
Dalam menjalankan kemitraan, terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan. Penjelasan terhadap prinsip-prinsip ini diharapkan dapat menjawab berbagai kesulitan yang sering dikeluhkan oleh mitra-mitra yang terlibat dalam proses pembangunan yang tengah dijalankan oleh Pemerintah. Tantangan yang pasti dialami oleh semua mitra (sadar atau tak sadar) adalah rasa ragu dan khawatir menghadapi keragaman dan ketidakpastian yang dihadapi dalam program kemitraan.
Pada dasarnya, sebuah kemitraan dilaksanakan dengan pertimbangan karena tidak ada satu pihak pun dapat melakukan semua tugas secara sendirian. Selain itu, juga disadari bahwa dalam sebuah proses pembangunan terdapat resiko-resiko yang sulit ditanggung oleh satu pihak saja. Karenanya, kemitraan menjadi satu-satunya alternatif model kerjasama yang ideal, karena membawa beberapa manfaat sebagai berikut:
- Kemitraan memungkinkan akses yang lebih besar kepada sumber daya (dana, non-finansial dan sumber daya manusia).
- Kemitraan membuka jangkauan geografis yang lebih luas, memungkinkan skala intervensi lebih mendalam dan memberikan dampak/manfaat yang lebih besar
- Kemitraan membuka kesempatan untuk memperoleh legitimasi yang lebih besar, terutama dengan adanya dukungan regulasi pemerintah dan pimpinan negara.
- Kemitraan dapat menjalan jalan untuk membangun atau memperbaiki reputasi lembaga, perusahaan, maupun pemerintah.
- Membantu terciptanya transparansi dan akuntabilitas.
Mengacu kepada Sustainable Development Goals (SDGs), tujuan 1 sampai dengan 16 tidak dapat dicapai oleh satu pihak saja, dan karenanya tujuan 17 (kemitraan) menjadi penting. Kemitraan merupakan jawaban dalam rangka mencapai jangkauan, skala, dan dampak yang lebih luas. Kemitraan dapat dilakukan pada level global, regional, nasional, atau sub-nasional, bahkan di level pedesaan. Selain itu, kemitraan juga dapat diterapkan secara internal pada setiap sektor[i] atau di dalam lembaga yang memiliki sub-divisi yang banyak dan kompleks. Kemitraan dapat diterapkan kapan saja pada berbagai kasus dan kesempatan, saat para pihak merasa bahwa manfaatnya akan lebih maksimal jika dibandingkan saat tugas/misi dikerjakan sendiri.
Suatu prakarsa seringkali sulit mencapai tujuannya tanpa dukungan legitimasi dari para pemangku kepentingan. Ada kalanya, legitimasi yang diperlukan cukup besar, sehingga timbul aspirasi untuk melakukan kemitraan dengan mitra-mitra sesuai dengan tugas dan fungsinya. Contoh: perlunya peraturan pemerintah yang mendukung suatu program kemitraan.
Demikian halnya, saat salah satu pihak (pemerintah, swasta/bisnis, ataupun lembaga masyarakat) mengalami ancaman reputasi karena kebijakan, perilaku, atau caranya beroperasi. Dalam rangka memperbaiki reputasi, maka dibentuklah suatu prakarsa yang mengajak mitra-mitra lain untuk suatu tujuan pembangunan. Dalam konteks ini, para mitra perlu mencermati sejauh mana “kesalahan” pihak yang memiliki ide awal, agar tidak menimbulkan dampak ikutan (efek samping) pada reputasi mitra-mitra lainnya di kemudian hari.
Terakhir, adanya tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas, mengharuskan adanya pihak ketiga yang mengawasi dan memastikan tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan dalam tata kelola program. Perihal pengawasan ini akan sulit jika dilakukan hanya oleh dua pihak saja. Kemitraan dapat menjadi jawaban atas kebutuhan bagi transparansi dan akuntabilitas tersebut.
Prinsip Kemitraan Yang Baik
Dalam menjalankan kemitraan, adanya ketimpangan kekuasaan merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi, yaitu ketika ada salah satu atau beberapa mitra yang lebih dominan dan menguasai pembicaraan atau pun pengambilan keputusan. Persoalan lain adalah agenda tersembunyi para mitra yang menjadikan kemitraan tidak tulus dan digelayuti kepentingan-kepentingan yang tidak terbuka.
Kondisi yang kerap terjadi adalah konflik kepentingan setiap mitra karena merasa tidak memperoleh manfaat atau imbalan yang diharapkan. Hal ini terjadi pada saat muncul kompetisi tidak sehat di antara para mitra yang kebetulan memiliki harapan yang sama.
Oleh karenanya, sebuah kemitraan perlu memperhatikan 5 (lima) prinsip kemitraan yang baik, yaitu:
- Membangun keberanian untuk mengatasi ketidakpastian pada saat membangun kemitraan.
- Menghargai keragaman, untuk mengatasi kekhawatiran akan perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara para mitra.
- Mengusahakan kesetaraan untuk mencegah terjadinya ketimpangan kekuasaan dalam kemitraan. Hal ini berlaku dalam menyatakan pendapat atau dalam negosiasi, maupun terkait dengan kontribusi dan citra masing-masing mitra di hadapan publik
- Bersikap transparan yaitu keterbukaan dan kejujuran mengenai kepentingan dan harapan masing-masing pihak dalam bekerja sama.
- Menciptakan manfaat bersama agar menghindari persaingan di antara para mitra.
Mitra dan Pendampingan
Setelah kebutuhan dari masyarakat yang akan dibantu dapat dipetakan dengan akurat, diperlukan analisis mengenai solusi atau intervensi yang tepat guna. Analisa disini juga termasuk kepada para mitra yang merupakan pihak-pihak (baik lembaga maupun kelompok) yang memiliki andil/peran serta diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada suatu prakarsa kemitraan.
Sehubungan dengan itu, maka menjadi sangat penting untuk melakukan analisa terhadap hal-hal berikut ini:
- Mengidentifikasi tipe organisasi mitra yang diajak terlibat. Disini perlu dengan cermat meneliti potensi mitra, yaitu mitra yang dapat meningkatkan nilai kemitraan.
- Mengeksplorasi berbagai pilihan yang tersedia dengan menghubungi narahubung yang ada dan sudah terbukti, maupun mencari narahubung baru
- Memilih mitra yang paling tepat dan menegaskan keterlibatan aktif mereka.
Point-point di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Harus disadari sejak awal bahwa tidak ada mitra yang sempurna, namun yang diperlukan adalah organisasi mitra yang menyediakan dan memberikan sumber daya yang memungkinkan kemitraan mencapai tujuannya. Intinya, mitra yang dipilih adalah yang memiliki modal dan kemampuan yang tepat dan/atau potensi yang jelas untuk mengambil peran sebagai mitra dari waktu ke waktu.
Mengelola Kemitraan Yang Berkelanjutan
Mitra, baik secara individu maupun kolektif perlu memikirkan strategi keberlanjutan atau bahkan, pengakhiran kemitraan sejak awal proses pembentukan. Sebuah kemitraan memang akan berakhir suatu saat, namun perlu disadari ada berbagai skenario yang selama ini berlangsung. Setidaknya ada 3 (tiga) pilihan skenario keberlanjutan suatu kemitraan yang perlu diketahui dan dapat terjadi, yaitu:
Skenario suksesi
Dalam setiap kemitraan pasti ada isu suksesi yaitu proses untuk menyerahkan kemitraan dari “pendiri” kepada “penerus”. Betapa pun, individu-individu dapat meninggalkan kemitraan (karena alasan apapun) kapan saja. Oleh karenanya, rencana suksesi pun jadi penting untuk dilakukan dengan tujuan:
Pertama, memastikan kemitraan bertahan meski ditinggal pergi oleh individu-individu berpengaruh,
Kedua, memungkinkan personil-personil baru untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat,
Ketiga, untuk mendapatkan keterlibatan aktif dari orang-orang yang bergabung belakangan, meski gaya bekerja mereka berbeda dengan pendahulunya
Organisasi mitra meninggalkan atau meneruskan kemitraan secara mandiri.
Mungkin saja salah satu organisasi mitra merasa perannya sudah selesai atau kegiatan suatu prakarsa kemitraan tidak lagi sejalan dengan visi/misi organisasinya, sehingga organisasi tersebut mengundurkan diri dari kemitraan. Dalam kasus lain, justru para mitra menilai salah satu mitra dapat berjalan lebih baik jika mengelola program secara mandiri. Bila hal ini terjadi maka para mitra dapat saja bersetuju untuk menyerahkan hasil kerja sekaligus aset kemitraan kepada organisasi mitra tersebut. Dalam hal ini, sosok kunci dari kemitraan awal dapat saja diminta untuk duduk sebagai penasihat atau dewan pembina namun tanggung jawabnya tidak lagi atas nama kelompok kemitraan awal.
Kemitraan Dibubarkan

Pembubaran kemitraan justru dapat menjadi suatu pilihan, yaitu ketika situasi tiba pada kondisi-kondisi berikut:
Satu, para mitra memutuskan untuk mendirikan insitusi baru antar-sektor yang mengambil alih seluruh manajemen dan pembangunan yang sudah diinisiasi berdasarkan kerja kemitraan. Individu-individu dari kemitraan awal dapat saja menjadi penasihat atau pembina setidaknya saat masa peralihan.
Dua, kemitraan berakhir secara alami, karena beberapa inisiatif kemitraan yang sukses dan inovatif memang didesain untuk jangka waktu tertentu atau merupakan uji-coba, sehingga berakhirnya kemitraan adalah tanda pencapaian tujuan dan bukan kegagalan.
Tiga, kemitraan berakhir karena salah satu mitra bersikap terlalu dominan, sehingga satu persatu mitra mengundurkan diri karena merasa kurang nyaman. Meskipun kemitraan terpaksa berakhir, tetaplah penting bagi individu yang terlibat di dalamnya untuk menerima dengan besar hati dan mensyukuri berbagai pengalaman selama menjalin kemitraan sebagai bagian dari pengayaan ilmu dan perluasan hubungan dengan pihak-pihak lain, (tip).
[i]Sektor yang dimaksud adalah i) pemerintah, swasta, lembaga masyarakat, atau ii) industri/sektor komoditi, kelompok profesi, dan lain-lain.