oleh Jocelyne Daw
Artikel aslinya dapat dilihat pada Navigating Power Dynamics in Partnerships: Strategies for Shared Success — JS Daw & Associates :: Partner with purpose . Jocelyne Daw adalah seorang leader dan pembuat perubahan yang diakui dalam membangun kemitraan multi-sektor yang otentik. Dengan kapasitasnya itu, ia pernah menjadi nara sumber P-ID dalam membangun tata kelola organisasi kemitraan yang lebih efektif. Banyak insight mau pun informasi baru terkait kemitraan, yang ia cetuskan lewat berbagai artikel yang ditulisnya. Kami menyajikannya dengan harapan dapat memetik manfaat guna memperkaya literasi kemitraan di Indonesia.
“Anda memutuskan untuk menjadi siapa, itulah takdir Anda,” begitu Ralph Waldo Emerson, filosof dan esais Amerika Serikat (May 25, 1803 – April 27, 1882) pernah mengungkap renungannya. Hal ini berlaku baik untuk individu maupun kemitraan. Kemitraan memainkan peran penting di berbagai sektor di dunia yang saling terhubung. Namun, keberhasilan atau kegagalan kemitraan ini sangat bergantung pada dinamika kekuasaan.
Dinamika kekuasaan meliputi seluruh hubungan, termasuk kemitraan, yang dapat terlihat, tidak terlihat, atau tersembunyi. Konsep tradisional tentang kekuasaan, yang diasosiasikan dengan dominasi dan kontrol, sering kali menimbulkan ketidakseimbangan dan menghambat pertumbuhan bersama. Meskipun demikian, kekuasaan itu sendiri bukanlah musuh; hal itu hanyalah alat. Pengaruhnya terutama bergantung pada pemanfaatannya. Kekuasaan dapat dibagi, dilipatgandakan, dan digunakan secara kolektif untuk kesejahteraan bersama, meningkatkan kepercayaan, kolaborasi, dan tanggung jawab bersama.
Agar berhasil menavigasi dinamika ini, kita harus beralih dari pendekatan individualistis dan kompetitif menuju pendekatan yang lebih kolektif dan kolaboratif. Hal ini memerlukan pendefinisian ulang makna kekuasaan, menjauhi mentalitas “pemenang mengambil segalanya”, dan berkonsentrasi pada pemberdayaan satu sama lain.
Memahami perbedaan antara kesetaraan (equality) dan keadilan (equity) juga penting. Kesetaraan menyiratkan distribusi sumber daya yang seragam, sedangkan keadilan menekankan distribusi berdasarkan kebutuhan individu. Mengupayakan kesetaraan memungkinkan kita memanfaatkan kekuatan unik masing-masing mitra, membina kemitraan yang lebih seimbang dan efektif di mana semua suara didengar dan dihormati.
Berdasarkan pengalaman selama ini, saya menyimpulkan dan mencatat 9 (sembilan) langkah praktis untuk mengelola dinamika kekuasaan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Dengan menentukan dinamika kekuasaan secara proaktif, kita dapat memupuk kemitraan yang tidak hanya berhasil namun juga adil, saling menghormati, dan transformatif. Kita perlu menentukan siapa yang akan menjadi mitra. Kita tahu, kekuatan sesungguhnya dari kemitraan terletak pada kemampuan mereka untuk memperkuat kekuatan masing-masing organisasi dan menyatukan suara yang berbeda-beda.
Dengan mendefinisikan kembali dinamika kekuasaan, mendorong keadilan, dan menghargai keberagaman, kita meletakkan dasar bagi kolaborasi yang sukses dan hasil yang positif. Mari kita dekati kemitraan dengan pemahaman baru tentang dinamika kekuasaan dan komitmen untuk bekerja sama demi kesuksesan bersama.