(Bagian ke- 2 dari 2 tulisan)

Pengantar

Tulisan ini adalah bagian kedua dari dua tulisan yang mengacu pada bab 4 buku “Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)” Beppenas, 2019. Masih dalam kasus penerapan konsep kemitraan pada proyek “Listrik Untuk Masyarakat Miskin” pada kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), pada bagian kedua ini dibahas bagaimana tehnis dan cara memperdalam hubungan antar mitra (dengan contoh yang amat aplikatif hingga penggunaan bahasa dan pemilihan tema komunikasi),  mengetahui pelaksanaan program dan peran masing-masing mitra di daerah, melakukan penilaian dan revisi program dalam rangka evaluasi dan perbaikan hingga pembicaraan perihal kelanjutan kemitraan.

5. Pendalaman Hubungan Para Mitra

Komunikasi yang dilakukan pada Fasilitas Kerja Bersama, khususnya program “Listrik untuk Masyarakat Miskin”, mencakup komunikasi formal (surat, kunjungan kerja, rapat, temu karya) serta komunikasi informal (telpon, percakapan whatsUp, sms). Mekanisme komunikasi tersebut sesungguhnya cukup memadai, mengingat jarak Jakarta dan TTS maupun lokasi desa-desa binaan yang memerlukan waktu tempuh yang cukup lama.

Merasa tidak terlibat dalam suatu proses, atau dimarginalkan dalam membangun ide adalah suatu hal yang umum diungkapkan oleh mitra dalam program apapun, tidak terkecuali program di TTS. Sesungguhnya, kesenjangan komunikasi dapat diperbaiki bila masing-masing pihak menggunakan “bahasa kemitraan” yaitu pemakaian kata-kata yang sederhana misalnya mempergunakan “kita” bukan “saya/kami” dalam pembicaraan, akan memberikan kesan kebersamaan yang lebih hangat.

Tips Kiat Berkomunikasi Dalam Hubungan Kemitraan

Sesungguhnya, kesenjangan komunikasi dapat diperbaiki bila masing-masing pihak menggunakan “bahasa kemitraan” yaitu pemakaian kata-kata yang sederhana misalnya mempergunakan “kita” bukan “saya/kami” dalam pembicaraan, akan memberikan kesan kebersamaan yang lebih hangat.

Lebih lanjut, ungkapan atau pernyataan yang dipakai sebaiknya adalah yang memberikan solusi, dan bukannya mengkritisi secara berlebihan. Hal ini dapat menurunkan motivasi para mitra dan akhirnya merusak rencana yang sudah disepakati.

Selain itu, para mitra hendaknya memiliki kemampuan untuk membedakan antara fakta dan interpretasi dalam setiap situasi, sebab interpretasi dapat melahirkan asumsi-asumsi yang dapat menghasilkan kesimpulan yang menyimpang dari kenyataan.

Pengelolaan rapat dengan fokus dan tata kelola yang baik akan membawa hasil yang produktif. Selain adanya notulis yang mencatat, semua pihak yang hadir hendaknya membuat dan menyimpan catatan pertemuan dan kemajuan dari kemitraan.

6. Pelaksanaan Program dan Peran Mitra di Daerah

Pengadaan dan pemasangan LTS pada 380 penerima manfaat (RTS) yang tersebar di empat desa program, yaitu: 85 kepala keluarga (KK) di Desa Naileo, 168 KK di Desa Kusi Utara, 91 KK di Desa Tli’u dan 35 KK di Desa Kusi Utara, sudah terlaksana dan semua LTS berfungsi baik. Besipae, dengan dukungan Kopernik, sudah menyalurkan dan memasang LTS di 380 RTS. Besipae juga sudah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada RTS terkait kewajiban mereka untuk membayar iuran bulanan untuk perawatan atau penggantian LTS yang rusak.

Dalam kesepakatan awal, penyaluran dan pemasangan LTS merupakan tugas Kopernik, sementara Besipae memfasilitasi dan memastikan pemasangan terlaksana. Dalam kenyataannya, Besipae melakukan distribusi panel, sosialisasi dan edukasi ke penerima manfaat serta melakukan pemasangan di rumah-rumah penerima manfaat, sementara Kopernik mendampingi Besipae (tidak setiap hari). Alasan perubahan peran ini adalah demi efektivitas kerja, karena Kopernik tidak memiliki staf lapangan untuk ini, juga tidak memiliki gudang peralatan di Soe, yang sangat dibutuhkan dalam proses distribusi bertahap panel LTS dari daerah terdekat ke desa-desa sasaran pemasangan LTS.

Di sisi lain, Besipae memiliki staf lapangan sekaligus tempat (gudang) untuk penyimpanan alat-alat LTS Penerima manfaat tidak memiliki keluhan tentang pengadaan peralatan LTS yang tersedia untuk kebutuhan yang direncanakan. Layanan untuk perbaikan/penggantian kerusakan LTS sudah tersedia dengan mekanisme yang sederhana. Masyarakat yang mengalami masalah atau kerusakan dengan LTS mereka, dapat menghubungi Tim Pengelola Desa (TPD), yang akan mengirim pesan singkat via telpon (SMS) ke Besipae, untuk memberitahukan kerusakannya. Kopernik atau Besipae, membutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk memberikan layanan perbaikan atau penggantian lampu jika rusak, setelah pelaporan dilakukan oleh RTS atau TPD.

KOMUNIKASI Komunikasi adalah dasar terpenting dari semua jenis kemitraan. Interaksi antar Mitra bukan sekedar verbal, namun juga tertulis. Bahasa mempengaruhi kesan dan apresiasi. Terbentuknya TPD yang bertugas untuk mengumpulkan iuran dari RTS sebagai dana tabungan untuk perawatan dan pemeliharaan LTS, merupakan langkah yang baik. TPD mengelola proyek yang perlu dipantau setiap harinya dan memastikan para staf dan mitra yang bekerja di desa memenuhi komitmen mereka dengan tepat waktu. TPD memantau detail keseharian, termasuk melaporkan adanya kerusakan peralatan kepada Besipae.

7. Penilaian dan Revisi Program untuk Perbaikan

Saat proyek kemitraan sudah berjalan, pertemuan berkala diperlukan untuk melakukan monitoring dan kajian (evaluasi) atas proyek yang sedang dikerjakan. Monitoring dilakukan untuk mengamati perkembangan pelaksanaan rencana, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Hasil akhir dari monitoring adalah pelaporan. Menurut PP 39/2006, Monitoring merupakan kegiatan rutin, untuk mengumpulkan informasi terhadap keluaran, hasil dan indikator yang akan dipergunakan untuk melakukan evaluasi kinerja program.

Evaluasi adalah sebuah penilaian yang obyektif dan sistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Evaluasi menurut PP 39/2006 adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar yang telah ditetapkan.

Mekanisme Kemitraan Fasilitas Kerjasama melaksanakan monitoring dan evaluasi berdasarkan Rencana Monitoring dan Evaluasi (M/E Plan) yang dirancang berdasarkan teori perubahan (Theory of Change) dan kerangka logis (Logical Framework) yang telah disebutkan di awal Bab ini. Monitoring dan evaluasi suatu program kegiatan berfokus pada perubahan yang terjadi dalam proses. Dalam program Listrik untuk Masyarakat di TTS, monitoring mencakup bagaimana kehidupan masyarakat penerima manfaat berubah lebih baik dengan adanya aliran listrik di rumah-rumah mereka.

Hasil dari evaluasi mengenai keluaran dan hasil, serta dinamika kemitraan yang berjalan, memberikan masukan untuk perencanaan yang akan datang. Evaluasi dilakukan secara periodik dan berkala, menganalisis data yang telah diperoleh dari monitoring untuk memberikan penilaian atas pelaksanaan rencana, dan sebagai umpan balik periodik kepada para mitra.

Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap “Perjanjian Kemitraan” apakah masih relevan dengan tujuan awal. Jika ada perubahan, maka dapat dibuat Amandemen sesuai dengan prioritas dan aspirasi baru. Mekanisme evaluasi ini juga dilakukan dalam Program Listrik untuk Masyarakat Miskin di TTS, dan Memorandum of Agreement (MoA) tidak mengalami perubahan sepanjang waktu program.

Dalam banyak program pembangunan, monitoring tentang proses perjalanan kemitraan (pembentukan, pengelolaan, evaluasi/revisi, dan keberlanjutan) seringkali tidak cukup mendalam. Program kemitraan Listrik Tenaga Surya (LTS) di TTS melakukan evaluasi tentang kemitraan yang dilakukan oleh konsultan independen.

Monitoring tentang dinamika dan pembelajaran yang terjadi dapat mengurangi resiko kegagalan pada langkah lanjut bagi program tersebut, juga menjadi pembelajaran bagi di program-program lain. Proses evaluasi mengenai kemitraan dalam program LTS memberikan peluang para mitra untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, baik mengenai hal-hal yang bersifat teknis, informasi, maupun pengalaman bermitra.

7. Keberlanjutan Kemitraan

Salah satu tantangan terbesar terhadap keberlanjutan kemitraan adalah komitmen jangka panjang kemitraan yang artinya juga memerlukan ketersediaan sumber daya dalam jangka panjang. Setiap kondisi membutuhkan sumber daya yang berbeda baik internal (dari para mitra) maupun eksternal (dari lembaga donor atau modal ventura, dan sebagainya).

Dalam banyak program yang diinisasi pemerintah, mitra-mitra akan melimpahkan program keberlanjutan (pasca program) kepada pemerintah daerah atau agen pemerintah sesuai dengan semangat kemitraan yang sudah dikembangkan. Dalam Program Listrik untuk Masyarakat Miskin di TTS, para pemangku kepentingan berpendapat bahwa diperlukan kelanjutan pasokan donor dari perintah pusat.

Oleh karenanya, dirasakan perlu untuk pemetaan lokal untuk pendanaan (menyasar CSR dari perusahaan lokal). Selain itu, integrasi pendanaan juga diupayakan, misalnya rencana integrasi Program Listrik Bagi Masyarakat Miskin dengan ADD (Anggaran Dana Desa). Mekanisme integrasi pengerahan dana seperti ini, memerlukan dukungan peraturan dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA), untuk mana peran DPRD sangat penting. Pemda Kabupaten TTS juga berperan dalam memastikan keberlanjutan dampak program, melalui berbagai mekanisme yang transparan.

(tip)

Tags: